Tidak semua logam bersifat seperti logam sepenuhnya, terutama pada sifat kimianya. Sebagai contoh, umumnya kita berfikir bahwa senyawa terbentuk dari logam dan halogen seperti Klorin dan Bromin adalah bersifat ionik. Berilium klorida (BeCl3), akan bersifat konduktor listrik saat meleleh, hal ini memberikan kesan bahwa molekul ini terdiri dari ion-ion. Unsur Alumunium membentuk Al2Cl6 dan Al2Br6 yang bergabung dengan ikatan kovalen, bukan ikatan ion.
Pada tabel periodik terdapat gejala kecenderungan atom-atom untuk membentuk ikatan kovalen. Ikatan ionik terbentuk antara unsur Logam yang paling kiri dalam tabel periodik dengan unsur nonlogam dari sudut kanan paling atas. Unsur nonlogam dan nonlogam akan bergabung dengan ikatan kovalen. Faktor penentu kedua atom tersebut berikatan adalah elektronegatifitas antara kedua atom yang berikatan.
Semakin besar perbedaan keelektronegatifan antara kedua atom yang berikatan, maka akan semakin bersifat ionik, semakin kecil perbedaan keelektronegatifannya maka akan semakin bersifat kovalen.
Logam memiliki elektronegatifitas , energi ionisasi dan afinitas elektron yang rendah. Sedangkan Nonlogam memiliki elektronegatifitas yang tinggi.
Elektronegatifitas meningkat dari kiri ke kanan dalam satu periode. Jika dibandingkan, ikatan yang dibentuk oleh logam dengan nonlogam(misalkan Chlorine) akan berkurang ionik dari kiri ke kanan. Hal ini disebabkan karena perbedaan keelektronegatifannya makin kecil. Pada periode 2 dapat dilihat : LiCl , BeCl2, BCl3. LiCl adalah senyawa ionik dan menghantarkan arus listrik dalam bentuk lelehannya. BeCl2 kurang bersifat konduktor dalam bentuk lelehan, hal ini mengidentifikasi bahwa pada Be-Cl terdapat ikatan kovalen. Sama halnya dengan BCl3 yang juga berikatan kovalen.
Elektronegatifitas akan berkurang/menurun dalam satu golongan dari atas ke bawah. Senyawa logam-nonlogam akan menjadi lebih ionik jika logamnya semakin kebawah dalam satu golongan. Golongan IIA, seperti BeCl2 adalah kovalen, tapi MgCl2 adalah ionik. Dalam golongan IIIA, pada senyawa BCl3 ; Boron tidak mampu membentuk ion B3+. Sementara AlCl3 menjadi ionik dalam bentuk padatan dan dalam bentuk uap sebagai Al2Cl6.
Karakteristik logam dari suatu unsur juga dapat dilihat dengan membandingkan sifat asam dan basa.
Oksida logam seperti Na2O bersifat basa dan bereaksi membentuk hidroksida.
Oksida nonlogam bersifat asam, membentuk asam jika bereaksi dengan air.
Sifat asam dan basa ini dapat digunakan sebagai indikator karakter logam.
Ditinjau pada periode 2 , kecenderungan karakter logam terlihat jelas, Oksida Litium (Li2O) bereaksi dengan asam :
Li2O(s) + 2HCl(aq) menghasilkan 2LiCl(aq) + H2O
LiOH bereaksi dengan asam, tetapi tidak bereaksi dengan basa. Hal ini membuktikan bahwa Litium adalah unsur logam. Pada senyawa Berilium Oksida (BeO) yang bersifat lebih inert(tahan terhadap reaksi kimia) dapat bereaksi dengan asam ataupun basa dalam kondisi tertentu. Be(OH)2 juga mampu bereaksi dengan asam dan basa, oleh karena itu disebut amphoter (memperlihatkan karakteristik asam dan basa). Karena Berilium memperlihatkan karakteristik asam sementara senyawa Litium murni basa, maka Berilium kurang bersifat logam dari Litium. Sementara Boron kurang bersifat logam dari Berilium karena oksidanya hanya menunjukkan sifat asam.
Penurunan Sifat logam juga terlihat pada periode 3 dari kiri ke kanan. Na dan Mg membentuk hidroksida yang hanya bereaksi dengan asam. Sementara Alumunium bersifat amphoter, hal ini menunjukkan bahwa sifat logam Alumunium kurang dari Na dan Mg. unsur bebas Alumunium sama dengan oksida dan hidroksidanya, dapat bereaksi dengan asam dan basa.
2Al(s) + 6H+ (aq) menghasilkan 2Al3+ (aq) + 3H2(g)
2Al(s) + 2OH- (aq) +2H2O menghasilkan 2AlO2- (aq) + 3H2(g)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar